Senin, 01 Juni 2009

Karena itu MEMANG haknya...


Aku berencana untuk menabung ke Bank setelah acara olahraga hari Jumat usai, walaupun kakiku terasa pegal2 karena sudah lama sekali aku tidak pernah berjalan jauh (olahraga Jumat kali ini diisi dengan acara jalan santai keliling kebun binatang -rasanya jauhhhh sekali-). Lagipula, aku sudah berniat untuk menabung setengah dari penghasilanku untuk biaya kuliahku nanti, jadi aku paksakan untuk berangkat ke Bank hari itu. Ditemani kedua sahabatku, Indy dan Lisa, aku menuju Bank...

Di Bank, antrian panjang menuju teller menyambutku. Rasa enggan mengantri pun muncul (waktu itu aku berpikir, bisa2 saat aku tiba di depan mbak2 petugas teller, aku diberi tanda pemberitahuan "istirahat -dilanjutkan pukul 14.00 WIB- " ). Karena melihat antrian panjang itu, aku memutuskan untuk berjalan2 di pasar kaget yang ada di dekat Bank tersebut (pasar kaget-nya cuma ada di hari Jumat) yang biasa disebut MM (Masjid Mall) hehehehe...

Hal yang sering kulakukan di MM adalah makan, karena makanan disana terkenal dengan kelezatannya (biasanya aku makan mie ayam, gudeg, soto kudus, bakso ijo, atau somay). Tapi kali ini, aku hanya membeli beberapa pesanan orang seruangan setelah itu kembali ke Bank karena Lisa mau ngambil uang di ATM.

"Mel, ada cendil...." Kata Indy menunjuk ke koridor di samping ATM Center begitu aku menghampirinya.

Aku menatap ke arah yang ditunjukkan oleh sahabatku ini.

Dan saat itulah aku bertemu dengan 'dia'. 'Dia' yang kumaksud adalah seorang nenek berusia sekitar 80an sedang duduk di koridor menuju ATM. Dagangannya yang berupa jajanan tradisional khas jawa tengah itu tergelar rapi dihadapannya. Sejenak aku tertegun melihatnya. Aku tertegun bukan karena melihat ada jajanan tradisional seperti tiwul, getuk, cendil, ketan, dan sejenisnya, tetapi tertegun karena aku melihat nenek itu terharu dan menitikkan air mata ketika dagangannya dibeli oleh seseorang.

Aku langsung bertatapan dengan Indy. Seperti dapat membaca pikiranku, Indy pun langsung berkomentar,

"Kasihan ya Mel..."
"Iya Ndy... Kesana yuk, beli dagangannya"

Aku dan Indy langsung menghampiri nenek itu dan berjongkok disampingnya. Tak lama, Lisa pun ikut bergabung dengan kami. Kami merasa iba kepada nenek tua itu.

"mau beli apa neng?" kata nenek itu sambil menyiapkan kertas yang dilipat hingga membentuk suatu wadah. Suaranya yang lembut dengan logat Sunda menandakan darimana ia berasal.

"itu namanya apa Bu?" tanyaku sambil menunjuk tumpukan yang berwarna cokelat. Diam-diam aku mengamati wajahnya. Wajahnya yang diliputi senyum itu membuatku teringat kepada Almarhum nenekku. Keduanya memiliki kesamaan (selain karena sama2 nenek2 dan sama2 sudah tua) yaitu sama2 memiliki wajah yang teduh dan selalu tersenyum.

"itu namanya tiwul, dibuatnya dari singkong neng..." kata ibu itu masih sambil tersenyum ramah

"Ooh... Saya beli Bu. Ini buatan Ibu semua?" lanjutku sambil melihat makanan2 yang dijualnya.

"Enggak neng, Ibu mah cuma bantu jualin ajah. Yang punya ibu ..... (aku lupa nama ibu yang disebutkan si nenek)"

"Kalau yang hitam itu namanya apa ya Bu?" tanyaku sambil menunjuk ke makanan yang lengket dan agak berwarna kehitaman.

"Kalau yang ituh namanya Gatot. Dibikinnya dari singkong. Semua makanan ini dibuat dari singkong" kata si nenek sambil cekatan memasukkan makanan yang kupesan ke dalam wadah yang telah ia siapkan.

Nenek itu mengambil sesendok besar tiwul dan memasukkannya ke wadah kertas buatannya. Setelah beberapa sendok tiwul masuk ke dalam wadah, nenek itu mengambil sejumput kelapa muda -yang telah diparut- dan ditaburi di atas tiwul. Setelah permukaan tiwul tertutupi oleh parutan kelapa muda, nenek itu mengambil gula putih dan ditaburi di atas kelapa muda. Kelihatannya enak.

Setelah nenek itu selesai membungkus makanan yang kupesan, Indy memesan sebungkus cendil yang memang makanan kesukaan dia.

Aku mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar makanan yang kami pesan. Sengaja aku menggunakan pecahan besar dengan harapan, kembaliannya untuk nenek itu saja. Aku menganggapnya sebagai bentuk lain dari sedekah. Aku lebih salut dan menghormati orang2 yang walaupun memiliki keterbatasan ekonomi, masih mampu bekerja sepenuh hati dan tidak hanya mengandalkan belas kasihan orang lain. Tak lama, Lisa pun ikutan memberi uang walaupun ia tidak membeli makanan dari si nenek.


-semoga kebiasaan ini menjadi bagian dari rasa syukurku kepadaMu ya Rabb-

aku ngeralat judulnya yah,,, soalnya judul yang kemarin itu aku pikir kurang pas dengan keadaan yang sebenarnya....

Hal ini jadi pelajaran yang berharga, khususnya untukku... Karena seminggu setelah kejadian itu, secara tiba2 rezekiku bertambah... Alhamdulliah, puji syukur kehadiratMu ya Rabb... Dengan sedekah yang tak seberapa itu, Engkau membalasnya berkali lipat... Sungguh... Engkau Maha Adil ya Allah....

2 comments:

indieproject mengatakan...

subhanallah... semoga Allah senantiasa melembutkan hati mbak... semoga getaran sedekah itu mengguncang langit, sehingga Allah malu kepada hambaNya... semoga senantiasa Dia menancapkan meistiqomah di dalam hati kita...

Melita mengatakan...

@ JHODY
Syukron mas udah mampir kesini... Tapi sebenernya saya loh yang malu,,, lha wong selama ini saya ngerasa nikmat yang diberikanNya sudah terlalu banyak ke saya...

Posting Komentar

Playlist