Rabu, 30 Juli 2014

Mlati vs Playen


Ada kejadian menarik waktu aku kecil yang kalau diingat sekarang jadi terkesan lucu. Ibuku berasal dari desa Mlati, Sleman, Yogyakarta. Setiap liburan kenaikan kelas, kami selalu menghabiskan waktu disana. Bagi kami yang dibesarkan di kota besar, berada di desa yang masih alami dan sederhana membuat kami selalu tertarik untuk melakukan hal yang sama persis seperti yang dilakukan penduduk setempat. Kami ikut Pakde ke sawah subuh-subuh dan mencoba menaiki alat pembajak sawah yang ditarik sapi. Kami ikut sepupu mencari ikan di sungai-sungai berair jernih. Bahkan kami jadi sering mandi dan betah berlama-lama karena mandinya di sungai.
Padahal kalau di rumah, kami paling susah disuruh mandi. Mandi di sungai berair jernih tak pernah kami dapati di kota. Setelah beberapa hari di desa ibu, kami diajak melanjutkan liburan di desa ayah. Masih di Yogyakarta, namun Ayah berasal dari Playen, Gunung Kidul dan kesanalah kami berangkat. Pemandangan alamnya sama-sama indah walau nampak kekeringan.

Nah saat mandi tiba, kami tentu senang karena akan mandi di sungai. Begitu sampai di sungai, aku dan adikku langsung menceburkan diri di sungai dan berenang kesana kemari, sementara Mamah mulai mengeluarkan cucian. Anehnya, semua orang di sungai tiba-tiba melotot ke arah kami dan mulai mengomel, mereka menyuruh kami bergegas keluar dari sungai. Mamahku pun tidak luput dari omelan. Belum sempat protes, kami bertiga digiring ke rumah kepala desa. Disana kami diinterogasi pak kades dan diberi nasihat (saat itu aku baru tahu kalau Pakde Ayahku itu ternyata Kades, walau gak ngerti juga sih fungsinya kades itu apa.. di mataku saat itu, kades adalah orang yang tugasnya ngomelin orang yang salah.. hahaha). 

Sesampainya di rumah biyung (nenekku), aku diberi penjelasan kalau berenang di sungai merupakan hal yang tabu dan dilarang karena air sulit didapat. Sumur-sumur warga kalau musim kemarau akan mengering dan hanya sungai-lah harapan penduduk desa untuk mencukupi kebutuhan air. Penduduk menghormatinya dengan cara menciduk air sungai untuk menjaga kebersihannya dan persediaan air cukup hingga datang musim hujan. Padahal sama-sama masih di Yogyakarta, tapi adat istiadat dan kebiasaan bisa berbeda dan bertolak belakang rupanya.

*cerita ini pernah dimuat di tugas membuat karangan kesan liburan saat aku kelas 6 SD dan diceritakan ulang dalam rangka mengikuti kuis berhadiah buku 'Looking for Alaska' di blognya mba Uci* hehehe.. :)

edit: Alhamdulillah, akhirnya cerita ini menjadikan aku sebagai salah satu pemenang buku 'Looking for Alaska'.. Terima kasih yaa mba Uci.. ^.^

0 comments:

Posting Komentar

Playlist