. Nami Island sendiri merupakan sebuah tempat wisata yang menjadi terkenal sejak drama korea
meraih popularitas di seluruh dunia. Aku sendiri bukan penggemar drama itu, jadi bukan karena dramanya melainkan karena promosinya di situs KTO. Dari fotonya, terlihat pepohonan cantik berbaris di sisi kanan-kiri jalan, tempat yang pas untuk foto
Setelah melihat di peta, ternyata lokasi Nami Island itu di luar kota Seoul.
Kalau menggunakan subway, waktu tempuhnya sekitar satu setengah hingga dua jam dan turun di stasiun Gapyeong. Perlu naik bus satu kali dari stasiun Gapyeong untuk menuju lokasi dermaga Nami Island. Dari dermaga, ada kapal ferry yang akan mengangkut penumpang menuju Nami Island. Kapal paling pagi berangkat pukul 07.30.
Aku dan rekanku akhirnya memutuskan untuk berangkat pagi-pagi agar bisa mengejar kapal pertama ke Nami Island. Asumsinya, kalau masih pagi, pasti belum banyak orang di subway maupun kapal ferry. Selama aku di Seoul, aku memperhatikan kalau mayoritas penduduknya mulai beraktivitas setelah pukul 8 pagi. Pengguna subway maupun bus pagi adalah para pegawai kantoran dan mahasiswa.
|
stasiun Wangsimni |
Untuk menemukan rute subway dari stasiun Hongik University ke stasiun Gapyeong, aku sepenuhnya menyerahkan urusan ini ke rekanku yang memang sudah pakar dalam membaca peta subway. Aku pernah, sih, beberapa kali mencoba untuk menemukan subway ke arah yang dituju, hasilnya? salah masuk kereta. Aku malah naik ke kereta yang berlawanan arah. Sejak itu, aku selalu menanyakan lokasi turun dari kereta dan mulai menghitung jaraknya dari papan informasi yang tertera di gerbong. Perjalanan selama lebih dari satu setengah jam di subway, pagi-pagi pula, membuatku sangat mengantuk di kereta. Namun, karena khawatir bablas melewati stasiun yang dituju, aku akhirnya berusaha untuk tidak tidur dengan cara membaca ebook "The Dagger in The Desk" kiriman dari @stroudina. Rekanku sendiri sudah bablas tidur di sebelah Eonni cantik.
|
Stasiun Gapyeong |
|
mesin isi ulang T Money |
Setibanya di stasiun Gapyeong, suasanya sepi sekali. Beda banget dengan suasana Seoul yang hiruk pikuk. Saat aku menunggu rekanku yang ke toilet, aku iseng mampir ke pusat informasi. Aku melihat Oppa petugas informasi lagi sarapan ramyeon
dengan khusyuk, jadi aku tidak tega untuk bertanya ini-itu padanya. Aku pun hanya bersandar di sebelah loket informasi. Tak berapa lama, ada seorang nenek yang bertanya ke petugas informasi tentang cara mengisi ulang dan menggunakan T Money. Katanya, dia diberikan kartu itu oleh anaknya yang bekerja di Seoul, namun si nenek tidak tahu cara menggunakannya. Yang membuatku terpesona, Oppa petugas informasi langsung keluar dari biliknya dan dengan sabar menjelaskan tahapannya satu persatu hingga si nenek paham. Selembar uang 10.000 won dimasukkan ke dalam mesin serupa ATM dan otomatis kartu T Money-nya nenek terisi. Wajah nenek langsung sumringah. Aku yang berdiri tak jauh dari mereka pun ikut tersenyum. Pemandangan pagi yang langka untuk disaksikan.
|
cara ke Nami Island
dari stasiun Gapyeong |
Di papan informasi, aku melihat ada pengumuman tentang cara ke Nami Island, bisa menggunakan bus atau taksi dari halte di seberang stasiun. Biaya menggunakan bus sebesar 1100 won, dan biaya menggunakan taksi sebesar 3600-4000 won (weekday) atau 5000-6000 won (weekend). Pembayaran ongkos bus umum bisa pakai T Money. Jarak dari stasiun Gapyeong ke Nami Island sekitar 1.5 km. Selain itu, di bagian bawah pengumuman ada rute dan jam operasional bus, baik ke Nami Island, Petit Prince, maupun Morning Calm Garden. Sayangnya, aku kurang cermat sehingga melewatkan pengumuman di bagian bawah itu. Jadi, bagi yang mau melanjutkan ke Petit Prince ataupun Morning Calm Garden, ada BUS umum juga, tidak hanya tour bus. yang perlu diperhatikan adalah waktu kedatangan bus tersebut. Jangan terkecoh sama tour bus. Untuk bus umum, warnanya putih hijau dan kondisinya cukup tua. Sedangkan tour bus, kondisinya masih bagus.
|
spot fotoable |
Keluar stasiun, aku disuguhi hembusan angin dingin musim semi. Suasananya terlihat cukup sepi, mungkin karena masih pagi dan hari kerja. Halte bus ada di seberang stasiun. Tepat di sebelah halte, ternyata ada spanduk promosi penyelenggaraan
Jarasum International Jazz Festival.
Festivalnya sendiri baru akan dilaksanakan bulan Oktober, tapi promosinya sudah dimulai sejak bulan Mei dan dengan cara yang unik, yaitu membuat taman dan ornamen jazz tepat di depan stasiun.
Di halte, aku sedikit kebingungan karena ada sebuah bus yang berhenti, namun pengemudinya bilang itu bukan bus yang ke Nami Island. Tak lama, ada pengemudi mobil minivan, sepertinya sih mobil jemputan karyawan. Sempat ragu untuk bertanya, karena beberapa rekanku yang pernah ke korea bilang kalau orang korea itu rasis, mereka tidak akan melayani pertanyaan dari orang Indonesia. Namun, aku dan rekanku mengumpulkan keberanian dengan bertanya kepadanya. Ternyata, Ahjussi itu tidak bisa berbahasa Inggris. Setiap kali aku dan rekanku menanyakan bus ke Nami Island, dia selalu menjawab dengan bahasa Korea. Samar-samar aku menangkap maksudnya, dia bilang kalau busnya akan datang sebentar lagi. Bahagia rasanya, saat aku berhasil sedikit mengerti kalimat yang digunakan Ahjussi. Rasanya itu seperti berhasil mendekripsi data rahasia yang dienkripsi menggunakan algoritma paling rumit.. Hahaha..
Ahjussi bilang agar bersabar menunggu bus. Benar saja, setelah beliau bilang begitu, ada bus yang datang. Aku dan rekanku segera menghampiri bus tersebut, namun kok si Ahjussi teriak dari mobilnya sambil menyilangkan tangan. Dia pun menunjuk bus tersebut dan menggelengkan kepalanya. Sepertinya itu bukan bus yang dimaksud. Tak lama, ada bus berikutnya dan ketika aku menengok ke arah Ahjussi, dia menggangguk sambil tersenyum. Yeeep.. bus yang dimaksud sudah tiba. Sebelum naik ke bus, aku dan rekanku membungkuk ke arah Ahjussi sambil mengucap terima kasih dan melambaikan tangan. Aku melihat Ahjussi tersenyum ramah ke arah kami. Nah.. kata siapa mereka rasis? mungkin karena mereka menjawab dengan bahasa korea, bukan berarti mereka rasis kan?!
|
bus ke Nami Island |
Di dalam bus, aku memastikan kembali ke pengemudi tentang arah Nami Island dan pengemudinya mengangguk. Walau dari luar, kondisi bus terlihat cukup tua, namun di dalamnya masih terlihat bagus. Sepanjang jalan, terlihat perbukitan dan pegunungan diselingi bangunan rumah peristirahatan.
Semakin mendekati dermaga, terlihat beberapa
jimjilbang, atau tempat sauna khas korea. Aku kepingin banget mencobanya, tapi masih ragu-ragu, karena dari informasi yang kuperoleh, saat bersauna, pengunjung wajib mengenakan seragam sauna dan saat mandi wajib melepaskan seluruh pakaian. Sedangkan aku mengenakan jilbab, jadi niat mengunjungi jimjilbang hanya sebatas niat saja.
|
dermaga menuju Nami Island |
Bus ternyata berhenti tepat di depan gerbang Nami Island untuk selanjutnya memutar kembali ke stasiun Gapyeong. Kondisi di loket imigrasi pun terbilang tidak terlalu ramai. Oh iya, kalau mau ke Nami Island, pengunjung perlu menuju loket imigrasi untuk membeli tiket. Rupanya, Nami Island ini merupakan 'negara kecil' di Korea Selatan. Penyebutannya pun menjadi 'Naminara Republic'. Jadi, jangan lupa membawa paspor yah. Tiket ke Nami Island pun disebut dengan Visa Fee seharga 8000 won, sudah termasuk biaya menggunakan kapal ferry untuk menyebrang ke Nami Island.
|
visa ke Naminara Republic |
Aku beruntung karena ferry yang akan kugunakan untuk menyebrang ke Nami Island tidak terlalu ramai penumpangnya, mayoritas adalah peserta paket tur dari China. Jadi aku masih bisa leluasa bergerak di dalam kapal. Kalau mau duduk tenang di dalam sembari menonton tv, bisa. Kalau mau ke dek kapal sembari foto-foto cantik, pun bisa. Aku lebih memilih untuk duduk di dalam kapal sembari menonton tv dan mengamati orang-orang di sekitar. Selain peserta tur, pengunjung terbanyak ke Nami Island adalah pasangan yang
hobi nempel-nempel lovey-dovey. Bikin iri ajaaa.. *sigh*
|
Welcome to Nambook Festival |
Ternyata, jarak dari dermaga ke Nami Island tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 10 menit. Gak sejauh dan selama dari Muara Angke ke Pulau Tidung. Ketika tiba di Nami Island, pengunjung disambut dengan jajaran pepohonan yang rindang dan hijau. Sejauh mata memandang, nuansanya membuat nyaman dan rileks. Beruntungnya aku, saat itu sedang diadakan Nambook 2015, yaitu book fair yang ditujukan untuk anak-anak. Pas banget, soalnya aku juga lagi pakai kaus Baca Itu Seru-nya Goodreads Indonesia.
Menurutku, jika ingin berkunjung ke Nami Island, sebaiknya jangan lupa membawa kamera dengan kapasitas memory yang cukup besar. Sebab, buanyak sekali tempat dengan pemandangan yang keren sebagai latar untuk berfoto. Pantas saja banyak
pasangan yang pacaran disini *sigh* wisatawan yang berkunjung ke Nami Island.
|
batu penanda makam |
Ada hal menarik selama aku berkeliling di Nami Island dan luput dari pengamatanku saat browsing, yaitu di pulau ini terdapat makam. Yup, ternyata awalnya Nami Island merupakan tempat pemakaman bagi Jenderal Nami. Makanya dinamakan Nami Island. Letaknya ada di dekat gerbang setelah dermaga. Masyarakat percaya, jika ada orang yang mengambil batu dari makam tersebut, orang itu akan diliputi ketidak beruntungan sepanjang hidupnya. Lagian juga iseng banget deh, pake ngambil batu makam segala. Kurang horor banget hidupnya.
|
resto halal di Nami |
Semakin ke dalam, semakin banyak pemandangan menarik. Paling banyak, sih, spot-spot tempat syuting drama Winter Sonata. Katanya, kalau kesana musim gugur atau musim semi, suasana romantisnya akan lebih terasa. Namun, suasana di musim semi pun gak kalah romantis kok. Sayangnya, saat itu aku kurang bisa menikmati suasana karena perutku kelaparan. Sejak berangkat dari Seoul, aku belum makan apapun. Romantis menurutku adalah saat aku tetiba melihat papan nama restoran asia yang menghidangkan makanan halal di saat perutku kelaparan. Itu romantis banget. Haha.. Menikmati pepohonan cantik yang berjajar di sepanjang jalan bisa ditunda setelah urusan mengisi ulang tenaga beres.
Di dalam restoran, suasananya nyaman. Saat disuguhi menu, aku sedikit tercekat sih, karena harganya lumayan mahal. Seporsi makanan paling murah dihargai 10000 won. Bagi aku yang terbiasa makan 6000 won sehari, itu cukup mahal untuk satu kali makan. Namun, setelah melihat menunya dan pelayannya menjamin kalau makanannya halal, aku tidak ragu untuk memesan. Apalagi air minumnya gratis dan bisa diisi ulang sepuasnya. Saat makanan datang, ternyata porsinya memang besar. Cukup untuk dimakan untuk dua orang. Namun, aku berhasil menghabiskannya sendiri. Hahaha
|
monumen Yong-Ha |
Selesai makan, baru lah duniaku berwarna dan ceria kembali. Aku siap untuk
foto narsis sepuasnya menjelajahi Nami Island. Pengelola Nami Island juga membuat monumen peringatan bagi
Park Yong-Ha, salah satu aktor drama Winter Sonata yang mati bunuh diri.
|
Perpustakaan anak |
Aku main di Nami Island hingga tengah hari karena mengetahui kalau di Nami Island disediakan musolla. Letaknya ada di lantai dua, di atas restoran Asian Cuisine. Kalau pintu masuknya ada di sebelah Picture Book Library, perpustakaan yang ditujukan untuk anak-anak.
|
Ruangan musolla bagi wanita |
Tempatnya nyaman dan bersih. Musolla untuk pria dan wanitanya terpisah. Masing-masing dilengkapi dengan keran wudhu, sehingga pengunjung bisa solat dengan tenang. Bagi yang tidak bisa solat dengan sempurna, disediakan bangku. Di sudut, tersedia perlengkapan sajadah dan kitab suci. Ada pula colokan listrik, sehingga aku sempat mencharger baterai telepon selulerku. Komplit deh.
Semakin siang, pengunjung Nami Island semakin banyak, padahal aku berkunjung ketika hari kerja. Tujuan selanjutnya adalah
Petit France, yaitu lokasi bernuansa desa perancis, yang terinspirasi dari buku cerita berjudul Petit Prince karya Antoine de Saint-Exupery.
Menurut informasi dari TIC di Nami Island, ada bus yang menuju Petit France. Aku cukup menunggu di halte seberang minimarket. Namun, setelah dua puluh menit menunggu, bus kok tidak kunjung tiba. Sedikit ragu, akhirnya aku pindah ke halte di depan minimarket persis yang ada tulisan halte tour bus. Saat bus tiba, refleks aku naik dan ternyata biayanya 6000 won. Itu biaya tiket terusan dengan rute Nami Island-Petit France-Morning Calm Garden. Jadi, bagi yang mau berkunjung ke lokasi-lokasi tersebut dalam satu waktu, sebaiknya sih ambil tiket tur saja. Gak bikin bingung, gak ribet, dan gak perlu menunggu lama.
|
tiket Petit France |
Untuk masuk ke Petit France, biaya tiketnya 8000 won. Sebenarnya sih ada kupon diskon yang diberikan situs KTO. Dan aku pun sudah print kuponnya. Tapi, aku sudah terlalu malas mencari ke dalam tas. Pundakku sakit dan pegal karena bergesekan dengan tali tas selempang. Terlalu lama
sendiri menggunakan tas selempang, ternyata terlalu menyakitkan
hatiku bagi pundakku. Tips kalau mau jalan-jalan sebaiknya menggunakan tas punggung saja, jadi bebannya dibagi rata di kedua bahu dan pundak.
|
Petite Prince |
Lokasi ini seringkali digunakan untuk syuting, baik itu variety show macam
Running Man atau drama korea macam
My Love from The Star. Bagiku yang sangat menyukai Petit Prince, aku merasa lokasi ini kurang greget. Padahal, aku sudah berharap kalau beragam hal tentang Petit Prince tersebar di desa mungil ini. Nyatanya, untuk Petit Prince sendiri hanya ada di satu dari sekian banyak rumah yang ada.
|
Mineral water 1000 won |
Sayangnya, di Petit France ini tidak ada keran air mineral gratis. Sebagai gantinya, di salah satu rumah, terdapat mesin penjual minuman otomatis. Terdapat beragam minuman, mulai dari air mineral, soda, hingga jus. Satu botol air mineral dihargai 1000 won. Aku memilih air mineral merk Jeju, alasannya karena itu
minuman paling murah aku belum pernah ke Jeju.
|
Ragam terbitan Petite Prince |
Puas berkeliling Petit France, aku memutuskan untuk kembali ke Seoul. Rencananya, sih, mau liat pertunjukan air mancur di
Banpo Bridge. Di halte bus, aku melihat cuplikan minidrama korea. Ada pasangan yang sedang bertengkar di area publik. Si Oppa gak malu berteriak-teriak ke arah Eonni. Eonni-nya sendiri memasang ekspresi datar dan tidak berbicara sepatah kata pun. Setelah beberapa saat mengamati, di kepalaku ini mulai muncul skenario dubbing pertengkaran mereka. Tentunya menggunakan bahasa Indonesia. Awalnya, kupikir si Oppa sedang melakukan tindak KDRT. Namun setelah lama kelamaan diamati, sepertinya si Oppa marah-marah karena khawatir. Terbukti beberapa kali dia menawarkan sepasang sandal yang nyaman untuk digunakan sembari menunjuk high heels si Eonni.
Dari Petit France, stasiun terdekat adalah stasiun Cheongpyeong. Bus yang membawaku menuju stasiun itu melewati jalan yang berkelok-kelok curam. Di kiri terdapat hamparan danau, sedangkan di kanan terdapat tebing terjal maupun perbukitan. Di area danau, terlihat beberapa tempat yang difungsikan untuk wisata air, yang muncul di beberapa episode Running Man, 1 Night 2 Days, maupun Infinity Challenge. Pemandangan yang sayang untuk dilewatkan.
Di kereta menuju Seoul, aku berjumpa dengan rombongan orang Indonesia yang ramah dan seru. Terdiri dari satu pria dan dua wanita. Perjalanan mereka lebih 'wah' karena meliputi dua negara, Korea dan Jepang. Dari mereka pula, aku memperoleh informasi kalau
Seoraksan sedang diliputi kabut, jadi tidak terlalu banyak yang bisa dilihat.
Sebelum ke Banpo Bridge, aku dan rekanku menuju Gangnam karena penasaran dengan area yang menjadi judul lagu populer milik penyanyi Psy. Setibanya di stasiun Gangnam, yang terlihat hanya jajaran bangunan perkantoran yang terkesan kaku. Kok sepertinya salah tempat yah. Selain itu, hujan musim semi mulai turun membasahi kota Seoul, membuat daerah itu semakin muram. Rekanku, yang melewatkan jam makan siang, mulai merasa kelaparan. Tak jauh dari stasiun, ada gerai fastfood. Aku sendiri hanya memesan salad jagung karena masih merasa kenyang (energi yang kuperoleh dari Octopus Bibimbap ternyata bertahan lama). Selesai makan, aku masih penasaran dengan area Gangnam yang seharusnya. Setelah tiba di lokasi yang benar, hujan sudah mulai turun dengan deras. Area itu juga kurang menarik buatku, karena hanya merupakan jajaran pertokoan, kafe, dan perkantoran.
|
area Ice Skating |
Rekanku sangat penasaran dengan Lotte World, sehingga tujuan berikutnya adalah atraksi permainan indoor tersebut. Keluar stasiun, hujan tetap deras dan disertai angin kencang. Cuacanya dingin banget. Di dalam area Lotte World, suasananya hangat. Selain sarana bermain, di Lotte World juga terdapat arena Ice Skating, Madame Tussauds, Pororo Park, dan pusat perbelanjaan.
Aku sempat tertarik sih untuk memasuki area MadameTussauds. Namun, berhubung aku sudah menghabiskan cukup banyak uang untuk main di Nami Island dan Petit France, akhirnya kuputuskan untuk berkunjung di kesempatan lain. Gak mau rugi, aku mengajak Eonni penjaga tiket Madame Tussauds untuk berfoto bersama. Ternyata mereka orangnya ramah dan seru. Apalagi, saat itu aku menggunakan pakaian yang bernada sama dengan mereka. Aku seperti pegawai loket ketiga.. Hahaha..
|
Madame Tussauds Seoul |
Keluar dari area Lotte World, hujan tidak juga reda. Saat menatap hujan dari dalam subway, aku pun memutuskan untuk batal mengunjungi Banpo Bridge. Percuma kesana kalau hujan deras. Lagipula, hari sudah beranjak semakin malam.
Selama di subway, aku jadi memikirkan kejadian demi kejadian seharian itu. Mulai dari beragam keramahan dan rasa bersahabat yang diberikan netizen korea, hingga kemudahan transportasi selama perjalanan ke luar kota Seoul tanpa menggunakan jasa pemandu. Aku jadi berpikir, doa orang tua pastilah selalu mengiringi langkahku. Selama aku di Korea, aku jarang menelepon orang tuaku. Palingan, aku menitip pesan melalui WA adikku. Biasanya, setiap malam aku mengirimkan 'report' ke papah dan adik-adikku berupa foto-foto. Dan biasanya pula, mamah selalu menitip pesan untuk selalu berbuat dan berlaku baik ke orang lain. Kembali ke hostel, aku disambut hangat oleh roommate-ku yang berasal dari Filipina. Padahal, mereka lagi sibuk membungkus kado dan poster yang akan mereka bawa ke fanmeeting
BTS. Mereka lebih ramah daripada rommate-ku yang sebelumnya, padahal roommate-ku yang sebelumnya berasal dari Indonesia. Sepertinya, aku makin betah berada di korea. Hehehe..
0 comments:
Posting Komentar