Aku tiba di Korea Selatan bertepatan dengan peringatan hari orangtua yang jatuh pada tanggal 8 Mei. Awalnya aku heran dimana-mana banyak yang membawa bunga, baik itu berupa buket bunga ataupun bunga yang ditaruh di pot kecil. Sepanjang jalan menuju penginapan, banyak kutemui para penjual bunga. Aku tertarik untuk beli satu pot bunga. Namun, niat itu kuurungkan karena aku harus bisa mengatur keuanganku selama di Korea Selatan, supaya tidak over budget karena rencananya mau bikin trip Seoul dan Busan selama di Korea Selatan. Karena aku lelah
menantimu memanggul ransel, sebelum jalan-jalan ransel akan dititipkan ke penginapan, walau saat itu belum waktunya untuk check in.
|
Office-nya Hongdae Guesthouse |
|
ruangan Mary |
Penginapanku selama di Seoul ini adalah hasil browsing rekanku. Aku, sih, tinggal terima beres saja. Hahahaha.. Ternyata lokasinya strategis dan harganya pun murah. Berada di kawasan Hongik University, gedungnya terletak di pinggir jalan besar yang dilalui bus dan persis di sebelahnya adalah exit subway. Penginapanku ini namanya
Hongdae Guesthouse, temanku dapat dari referensi di bukunya Claudia Kaunang. Lokasi hostelnya ada di lantai 3. Sampai hostel, kami disambut oleh Mary, sang pemilik hostel yang ramah dan kakaknya. berhubung saat itu mereka lagi makan donat, kami pun ditawari donat dan jus gratis. Alhamdulillah, rezeki anak solehah emang gak kemana. Soalnya saat itu memang aku sedang kelaparan karena belum makan apapun sejak tiba di Incheon.
|
ruangan Mary |
Waktu rekanku menunjukkan tulisan tentang Hongdae Guesthouse di buku Claudia Kaunang, Mary, sang pemilik hostel langsung memberikan diskon. Padahal katanya Mary paling susah ngasih diskon. Yeaaay.. Aku dapat rate per-malam seharga 21.000 won untuk female dormitory room dengan 8 tempat tidur. Awalnya Mary melarang kita masuk kamar, karena kamarnya belum dibersihkan. Tapi, karena aku dan rekanku bilang gak masalah kalau kamar berantakan, akhirnya Mary memperbolehkan kami masuk dengan penegasan kalau dia lebih suka menunjukkan kamar yang rapi ketika tamu masuk kamar. Kondisi kamar yang akan kutempati memang cukup berantakan untuk ukuran female room, tapi melihat fasilitasnya yang lengkap, aku pun maklum. Mulai dari kitchen set yang lengkap, kamar mandi dalam, mesin cuci, heater, handuk bersih, dan internet gratis. Roommate-ku sepertinya lebih memilih untuk masak makanan di dalam dorm karena lengkapnya peralatan masak-memasak.
|
T Money Card |
Selesai mandi dan beres-beres singkat, aku menuju Itaewon karena rekanku mau solat jumat disana. Ah iya, selama di Seoul, transportasi andalan adalah subway, yaitu kereta bawah tanah yang petunjuk arahnya sangat mudah dipahami turis asing yang gak bisa bahasa korea macam aku ini. Sistem ticketing-nya mirip dengan CL (commuter line) jabodetabek, jadi yah gak terlalu gaptek lah ya. Untuk kemudahan penggunaan transportasi umum, aku membeli
T Money di sevel bandara Incheon seharga 2500 won. T Money itu semacam kartu transportasi yang bisa digunakan untuk naik bus, subway, maupun KTX sebagai alat pembayaran. Bisa di top up mulai dari 1000 won sampai dengan 90000 won. Mesin top up semacam mesin ATM tersebar di setiap stasiun subway, jadi mudah banget buat top up T Money.
|
Seoul Central Mosque
*foto punya rekanku* |
Untuk menuju Seoul Central Mosque di Itaewon butuh perjuangan. Lokasi tempat masjid itu berada, berupa perbukitan dengan jalanan yang
Up and Down tanjakan dan turunannya cukup terjal. Rekanku sudah pesimis untuk ikut solat jumat. Namun ternyata, sesampainya di sana, khotbah masih berlangsung. Rekanku langsung ambil wudhu dan menuju ke masjid. Aku menunggu di dekat pusat informasi. Tiba-tiba, ada ahjussi yang ketika melihatku langsung mengajakku ke masjid bagian wanita. Aaah, gomawo ahjussi.. Baik banget.. Aku pun menunggu di dalam masjid hingga solat jumat usai. Disana, para wanita pun ikut solat jumat. Karena masih ragu-ragu, akhirnya aku memutuskan untuk tidak ikut solat jumat dan memilih untuk menjamak zuhur-ashar.
|
Mr. Kebab's Box Chicken |
Selesai solat, rekanku sudah duduk manis di pinggir pelataran parkir sambil minum susu dan makan roti. Ada pembagian roti dan susu gratis rupanya. Sayangnya aku gak kebagian... Huhuhu.. Lapaar.. setengah hari itu perutku hanya terisi donat dan jus pemberian Mary. Aku pun bergegas mencari restoran halal untuk makan siang. Sayangnya, beberapa restoran bibimbap yang dilewati tidak ada logo halalnya. Pilihan pun jatuh ke restoran
Mr. Kebab, sebuah restoran turki yang jelas kehalalan-nya. Aku pilih kebab box chicken yang sudah satu paket dengan minum seharga 7500 won. Isinya rupanya banyak, bisa untuk dua orang. Tapi, karena lapar berat, aku pun menghabiskannya dalam sekejap.
|
gerbang Namsangol Hanok Village |
|
teh gratiiiis |
Tujuan selanjutnya adalah Namsangol Hanok Village, yaitu rumah tradisional korea yang berasal dari era dinasti Joseon. Total ada lima buah rumah yang merepresentasikan pemiliknya terdahulu. Interior di dalamnya pun dibuat seperti aslinya, namun tidak boleh dipegang oleh pengunjung. Oh iya, Namsangol Hanok Village pernah menjadi lokasi syuting film Hwang Jini yang dibintangi aktris Song Hye Gyo loh. Para pengunjung dapat mempelajari kebudayaan Korea di Namsangol Hanok Village ini, karena sering diadakan kegiatan-kegiatan berkaitan dengan kebudayaan khas korea. Aku sih, lebih tertarik untuk mencicipi teh yang dibagikan secara gratis di salah satu rumah yang ada.
|
lorong ke lokasi time capsule |
|
Walikota Jakarta di HUT Seoul ke-600 |
Namsangol Hanok Village ternyata terhubung ke lokasi penanaman time capsule kota Seoul. Dijelaskan kalau time capsule itu dibuat untuk merayakan ulang tahun kota Seoul ke 600 tahun yang ditanam pada tahun 1994 dan akan dibuka tahun 2394, yaitu seratus tahun setelah ditanam. Wuiiih.. Menariknya, Walikota Jakarta saat itu, Mr. Surjadi Soedirja turut menyaksikan penanaman time capsule kota Seoul.
|
harga cable car |
Puas melihat dan bermain di lokasi penanaman time capsule, aku beranjak menuju N Seoul Tower yang sering jadi lokasi syuting drama korea. Dimana sang pasangan kekasih akan memasang gembok cinta di sekeliling pagar N Seoul Tower. Karena lokasinya jauh di atas bukit, dan perlu usaha ekstra untuk mendaki agar sampai ke atas, aku dan rekanku memutuskan untuk naik cable car biar kita
tetap cakep masih punya tenaga untuk berkeliling setibanya di atas.
|
gembok cinta menggunung |
Harga untuk menaiki cable-car PP adalah 8500 won. Antrian menuju cable car ada di lantai 3, sehingga perlu naik lift untuk mencapai lokasi cable car. Ternyata tempatnya nyaman dan bersih. Selain itu, Oppa yang jaga gate pun
tampan baik hati. Gak sampai lima menit, kami sudah sampai di atas.
|
gembok single seharga 8000 won |
Untuk menuju puncak, masih ada beberapa anak tangga yang harus dilewati. Hitung-hitung olahraga ringan untuk menurunkan berat badan. Sebelum mencapai puncak, ternyata ada dek khusus untuk memasang gembok cinta. Oalah, gembok cinta yang fenomenal itu.. Sayang, harga gemboknya cukup mahal. Tau gitu, aku bawa gembok sendiri dari Jakarta terus dipasang disitu deh. Hehehe.. Tapi ada juga sih yang memasang case HP sebagai pengganti gembok, karena ada yang sampai menulis 'surat mini'. Mungkin media gembok terlalu mainstream dan terlalu kecil untuk mengungkapkan rasa cinta yang besar.
|
penjualan tiket N Seoul Tower |
Untuk masuk ke N Seoul Tower dan mencapai puncaknya, perlu membeli tiket lagi dan harganya cukup mahal. Aku dan rekanku memutuskan untuk berkeliling di taman saja dan menikmati angin musim semi yang sejuk. Di taman terdapat area semburan air, sehingga banyak yang bermain air. Nyaman banget menikmati suasana di taman, bisa leyeh-leyeh, rasanya gak mau pulang ke penginapan.
|
area bermain air |
Aku menghabiskan waktu hingga sore di taman ini hanya untuk menikmati suasananya. Mungkin kalau lain kali ada kesempatan berkunjung ke N Seoul Tower, aku akan mencoba untuk melalui jalan biasa, bukannya cable car. Karena katanya, pemandangan di kanan kiri jalan sepanjang jalur pendakian pun gak kalah bagusnya dengan pemandangan di taman. Hari beranjak malam ketika aku dan rekanku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Myeongdong sembari mencari makan malam. Perjalanan turun menuju stasiun subway gak terlalu terasa berat, karena di kiri-kanan jalan banyak toko yang menjual suvenir.
|
Eonni penjual odeng |
|
Odeng dan kuahnya |
Suasana nyaman dan tenang di taman Namsan tergantikan ramainya para pengunjung Myeongdong. Kata rekanku, di Myeongdong-lah pusatnya belanja kosmetik. Dan kita bisa memperoleh banyak sampel gratis. Aku pun mencoba peruntungan memperoleh sampel gratis dengan mengelilingi Myeongdong. Iya sih banyak sampel gratisnya, tapi harus beli salah satu produk dulu baru dapat banyak sampel gratisan. Kalau gak beli? jangan harap bisa membawa pulang sampel gratis. Sang pramuniaga gak segan merebut kembali sampel gratisnya dari tangan kita kalau gak beli apapun. Hahaha.. zonk deh..
Selama berkeliling Myeongdong, banyak kujumpai penjual street food macam odeng dan tteokpokki. Aku pun menghampiri salah satu gerobak street food dan ternyata wajah penjualnya mirip sama
Lee Yo Won, aktris korea pemeran Queen Seondeok. Saat aku beli odeng, rekanku hanya mengamatiku. Padahal aku sudah meyakinkan dia kalau odeng-nya halal dan rasanya enak.
Ketika aku mulai makan odeng dengan lahap, dia pun ikut membeli odeng dan melumurinya dengan gochujang, saus pasta pedas khas korea. Dari drama yang kutonton, kuah dari odeng bisa dijadikan sup sembari menyantap odeng. Aku pun memberanikan diri untuk meminta kuah odeng dan Eonni penjualnya memberikannya di gelas kertas. Benar saja, rasanya enak bangeeet. Apalagi saat itu, angin musim semi di malam hari dinginnya kebangetan dan cukup kencang. Kehangatan kuah odeng dan pedasnya odeng yang dilumuri gochujang mampu menghangatkan
hatiku yang rapuh badan dari terpaan angin musim semi. Satu tusuk odeng dihargai 1000 won.
|
stroberi gendut di Myeongdong |
Kenyang makan odeng, aku membeli sekotak stroberi. Kalau ini, efek dari menonton variety show The Return of Superman, dimana ada triplets kesayanganku (Song Triplets - Song Daehan, Song Minguk, Song Manse) yang hobi makan stroberi. Mereka makan stroberi dengan lahap dan sepertinya rasanya manis segar. Sekotak stroberi di Myeongdong dihargai 5000 won. Stroberinya besar-besar dan isinya banyak. Aku membaginya berdua dengan rekanku. Jadi selama menelusuri jalanan Myeongdong, kami makan stroberi sebagai camilan. Sehat, enak dan mengenyangkan.
Tapi, sebanyak apapun kami makan, stroberi-nya gak habis-habis. Akhirnya kuputuskan untuk disimpan dan dimakan keesokan harinya. Rekanku pun membeli camilan lain, kali ini berupa potongan ayam dan tteok yang ditusuk seperti sate dan dipanggang dengan saus manis pedas. Ternyata rasanya pun enak. Satu tusuk harganya 5000 won, sedangkan satu cup harganya 3000 won.
Kenyang makan dan lelah berkeliling, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Jadi, makan malam hari pertama di Seoul adalah mencicipi street food korea yang tersebar di berbagai penjuru Myeongdong. Sebenarnya, aku dan rekanku mau mencoba semua makanan yang ada, tapi kami sadar diri akan kapasitas perut dan tingkat ketebalan dompet. Jadi, kami mencoba makanan yang menurut kami halal dan bisa diterima dengan baik oleh warga perut.
Setibanya di penginapan sudah pukul 22.00 dan roommate-ku sudah tidur semua. Aku kebagian tempat tidur di lantai 2 yang langit-langitnya rendah. Sehingga, untuk mencapai tempat tidur harus sedikit menundukkan kepala. Setelah mandi dan bersih-bersih, seluruh badanku rasanya remuk redam, tapi tetap bahagia
macam kena gulungan koran kala ospek. Biasanya, aku susah tidur kalau berada di tempat baru. Tapi mungkin karena kelelahan akibat perjalanan panjang jakarta-seoul, dilanjutkan dengan keliling seoul seharian, tidurku pun pulas.
0 comments:
Posting Komentar